contoh kasus kecurangan perusahaan dan analisis dari sudut pandang etika bisnis
Kasus : Warga yang mengeluhkan bau limbah yang sangat menyengat.
TEMPO Interaktif, Jombang – Puluhan warga dari dusun Jati Gedong, Ploso, dan Pager Tanjung di Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur meluruk pabrik bumbu masakan milik Korea, PT. Cheil Jedang Indonesia.
Mereka mengeluhkan bau limbah yang menyengat hidung. “Baunya mengganggu, dan bikin tak tenang warga,” kata Parman, warga Desa Jati Gedong setempat, Kamis (9/12).
Terlebih, lanjut dia, kompensasi dampak limbah sebesar Rp12 juta dalam satu tahun untuk tiga desa itu dirasakan terlalu kecil oleh warga. Mengingat baunya yang terus mengganggu, warga meminta pabrik menambah kompensasi lebih besar lagi bagi warga.
Dalam demo tadi, warga mengusung empat tuntutan. Selain menambah kompensasi atas dampak limbah, warga juga meminta pabrik memperbaiki penyaringan limbah, serta mendesak agar proses perekrutan tenaga memprioritaskan warga sekitar sebanyak 60 persen.
Masalah ini menurut dia pernah diselesaikan melalui jalan musyawarah di kantor kelurahan Jati Gedong pada April lalu. Namun hingga kini hasil rapat belum direalisasikan oleh manajemen pabrik.. “Sampai saat ini tidak ada realisasinya”.
Akibat itu, puluhan warga yang gerah pun meluruk pabrik dengan menenteng berbagai macam spanduk. Diangkut mobil pick up kecil mereka berorasi dengan berteriak-teriak di depan pabrik yang berdiri sejak tahun 1996 lalu itu. Demo baru berakhir setelah perwakilan manajemen menemui mereka. Massa kemudian pulang dengan pengawalan polisi.
Manager General Affair perusahaan itu Mulyono menyatakan, semua tuntutan warga sudah dipenuhi oleh perusahaan. Penanganan limbah misalnya. Setiap sebulan sekali Badan Lingkungan Hidup (BLH) datang mengontrol limbah hasil fermentasi yang “dibuang melalui kali sekitar”.
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) juga dibuat modern dan berstandar Internasional (ISO). Sehingga kondisi air limbah masih sesuai ambang batas. Kendati begitu, dia mengakui limbah masih menimbulkan bau. Tapi bau itu sifatnya tak permanen.”Ya wajar, namanya pabrik fermentasi. Kadang bau limbah muncul, kadang tidak, ditiup angin langsung hilang”.
Meski demikian, menurut Mulyono, limbah kini tidak lagi berbahaya. Kondisi itu jelas berbeda dengan saat pertama kali pabrik berdiri pada periode 1996 hingga 1999. Saat itu kondisi limbah masih buruk. Warga pun demo. Hingga akhirnya pabrik mengucurkan kompensasi dana untuk tiga desa.
Akhir tahun ini, pabrik juga setuju menambah dana. Rencananya, mulai akhir tahun ini kompensasi ditambah menjadi Rp14 juta. Masalahnya, dana belum bisa cair karena surat kesepakatan dengan warga belum ditembuskan ke pabrik. “Kami sudah penuhi semua tuntutan. Kami justru curiga ada muatan lain dalam demo tadi,” ujar Mulyono.
Adapun untuk perekrutan pegawai, Mulyono mengaku manajemen perusahaan sudah memperhatikan itu. Dari total pegawai tetap, 40 persen diambil dari warga sekitar. Sementara pegawai outsourcing juga demikian. “Urusan perekrutan pegawai pabrik harus realistis. Masak butuh tenaga operasional komputer, yang ada tenaga operasional traktor. Itu kan masalah,” ujarnya.
ANALISIS KASUS
Dari kasus diatas perusahaan PT cheil jedang belum dapat mengatasi dampak dari limbahnya sehingga warga dari dusun jati gedong, ploso, dan pager masih merasakan dampak dari bau limbah yang sangat menyengat.
Sebaiknya perusahaan dapat memenuhi tuntutan dari warga yaitu menambah kompensasi atas dampak limbah dan memperbaiki penyaringan limbah sehingga limbah yang dihasilkan dapat tersaring dan tidak mengganggu warga sekitar.
SUMBER :
http://gwadamakbar.wordpress.com/
http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa_lainnya/2010/12/09/brk,20101209-297751,id.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar